KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum Wr. Wb
Puji syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga makalah ini dapat
tersusun hingga selesai . Tujuan penulisan
Dan harapan
kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah
agar menjadi lebih baik lagi.
Karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu saya sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb
Karawang, 12 April 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 1
1.3 Tujuan ............................................................................................................... 1
BAB II LANDASAN TEORI
1.1 Pengertian pendidikan
islam .............................................................................. 2
2.1 Pengertian globalisasi ........................................................................................ 3
BAB III PEMBAHASAN
2.1 Pendidikan islam dalam
konteks kekinian ......................................................... 4
2.2 Rektualisasi
pendidikan islam ........................................................................... 5
2.3 Peran pendidikan islam
di era globalisasi .......................................................... 6
BAB IV PENUTUP
A.
Kesimpulan ..................................................................................................... 12
B.
Saran ................................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Arus globalisasi saat ini
menimbulkan banyak sekali perubahan dari segala aspek kehidupan. Perubahan ini
tidak dapat dihindari akibat ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin
canggih. Hal ini menggugah kesadaran masyarakat umum akan pentingnya pendidikan
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan kewajiban bagi mereka.
Di era globalisasi ini,
Dunia pendidikan mau tak mau harus menerima perkembangan zaman dan kemajuan
teknologi yang sebagian besar bersumber dari negara-negara barat seperti:
televisi, handphone, komputer dan lain-lain,
Walaupun demikian umat
Islam harus bisa membentengi pendidikan Islam itu sendiri. apabila tidak bisa
melakukannya maka yang akan terjadi adalah pendidikan Islam akan melenceng dari
ajaran-ajaran Islam Nabi ketika perjalanan hidup tidak lepas dari teknologi
yang berjalan cepat dihadapan umat Islam. maka tidak seharusnya mereka hanya menyibukkan dirinya dengan kehidupan yang berbau teknologi
tetapi yang harus mereka lakukan yaitu menerima globalisasi tanpa harus
melupakan perbuatan dalam ajaran Islam untuk mendapat kebahagiaan dunia
akhirat.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pendidikan Islam dalam
konteks kekinian ?
2.
Bagaimana reatualisasi pendidikan
islam ?
3.
Bagaimana peran pendidikan Islam di
era modern?
1.3
Tujuan
1.
Untuk mengetahui pendidikan Islam
dalam konteks kekinian.
2.
Untuk mengetahui reatualisasi
pendidikan islam.
3.
Untuk mengetahui peran pendidikan
islam di era globalisasi.
BAB II
LANDASAN TEORI
1.1 Pengertian pendidikan islam
Secara bahasa Pendidikan
berasal dari kata "at-tarbiyah" Yang artinya bertambah,memperbaiki,
dan membimbing, "al-ta'lim" yaitu mengajar, sedangkan
"al-ta'dib" Yang berarti memberi adab.
Sedangkan secara istilah yang dirumuskan oleh pakar
pendidikan islam, yaitu :
1.
Al Abrasyi, mempersiapkan manusia
supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap
jasmaninya, sempurna akhlaknya, teratur pikirannya, halus perasaanya, mahir
dalam pekerjaannya, dan manis tutur katanya baik lisan ataupun tulisan.
2.
Omar Mohammad Al Thoumi Al Syaibani,
pendidikan islam ialah proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan
pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya dengan cara pengajaran sebagai suatu
aktivitas asasi dan sebagai profesi asasi masyarakat.
Berdasarkan beberapa
rumusan yang dikemukakan oleh para ahli, maka pendidikan islam dapat dirumuskan
sebagai berikut : " Pendidikan Islam adalah proses transinternalisasi
pengetahuan dan nilai-nilai islam kepada peserta didik melalui upaya
pengajaran, pembiasan, bimbingan, pengasuhan, pengawasan, dan pemgembangan
potensinya, guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia dan
akhirat.
2.1 Pengertian
Globalisasi
Kata globalisasi
sebenarnya merupakan serapan dari bahasa asing yaitu bahasa Inggris globalization.
Kata globalization sendiri sebenarnya berasal dari kata global yang berarti
universal yang mendapat imbuhan -lization yang bisa dimaknai sebagai
proses.Globalisasi diartikan sebagai suatu proses dimana bata-batas suatu
negara menjadi semakin sempit karena kemudahan interaksi antara negara baik
berupa pertukaran informasi, perdagangan,
teknologi, gaya hidup dan bentuk-bentuk interaksi yang lain.
Pengaruh mereka di segala
bidang terhadap negara-negara berkembang yang baru terlepas dari belenggu
penjajahan berdampak positif dan negatif sekaligus. Berdampak positif, karena
pada beberapa segi ikut mendorong negara-negara baru berkembang untuk maju
secara teknis, serta menjadi lebih sejahtera secara material. Sedangkan dampak
negatifnya antara lain berupa: (1) munculnya teknokrasi dan tirani yang sangat
berkuasa dan; (2) didukung oleh alat-alat teknik modern dan persenjataan yang
canggih.
Globalitas berarti bahwa
mulai sekarang tak ada kejadian di planet kita yang hanya pada situasi lokal
terbatas; semua temuan, kemenangan dan bencana mempengaruhi seluruh dunia .
Globalitas adalah proses baru setidaknya karena tiga alasan. Pertama,
pengaruhnya atas ruang geografis jauh lebih ekstensif. Kedua, pengaruhnya atas
waktu jauh lebih stabil; pengaruhnya terus berlanjut dari waktu ke waktu.
Ketiga, ada densitas (density) yang lebih besar untuk “jaringan transnasional,
hubungan dan arus pekerjaan jaringan”.
BAB III
PEMBAHASAN
2.1
Pendidikan Islam dalam Konteks
Kekinian
Dalam
konteks ini kita akan menjumpai betapa pendidikan islam, yang segi kuantitas
menunjukan perkembangan yang dinamis. Namun dari segi kualitas, masih
dipertanyakan. Harus diakui berdasarkan penomena yang ada, out-put lembaga
pendidikan islam dalam menempuh lapangan kerja dalam negeri saja masih jauh
dari harapan masyarakat. Apalagi bila dikaitkan dengan persaingan global dalam
era pasar bebas.
kondisi seperti diatas disebabkan
oleh lembaga pendidikan islam menghadapi berbagai persoalan.
1.
Persoalan berkaitan dengan normatif
filosofolis. Hal ini dapat dilihat misalnya dalam berbagai rumusan tujuan
pendidikan islam. Kalau gambaran manusia ideal yang ingin dicapai oleh
pendidikan islam adalah : insan kamil, manusia beriman dan bertakwa,
manusia yang hasanah fi al-dunya wahasanah fi al-akhirat, manusia yang
ubudiyah, khalifah Allah fi al-ardh.
Selain
itu pendidikan islam masih belum juga dapat menuntaskan bagaimana sebenarnya
konsep ilmu-ilmu keislaman, apakah dengan menggalinya dari sumber aslinya yaitu
al qur'an dan hadits atau dengan mengambil konsep-konsep ilmu sekuler dan
mencarikan ayat al qur'an dan hadits untuk mengintiminasinya, yaitu dengan
mengambil konsep ilmu sekuler dan menyesuaikannya disana-sini.
2.
Menyangkut persoalan intern dan
klasik yang berkaitan dengan masalah pendidikan antara lain :
a)
Kualitas guru yang belum memadai
b)
Terbatasnya sumber daya manusia dan
dana
c)
Produktifitas lembaga yang kurang
bermutu
d)
Efisiensi pendidikan yang rendah
e)
Relevansi pendidikan dengan dunia
kerja
f)
Manajemen pendidikan yang seragam
g)
Proses pembelajaran yang kaku
h)
Sarana dan prasarana yang belum
lengkap
i)
Perpustakaan yang belum memadai
j)
Kualitas in-put dan out-put yang
rendah
2.2 Rektualisasi
Pendidikan Islam
Dalam rangka reatualisasi pendidikan islam, maka sistem
pendidikan islam harus direformasi, direkstrukturisasi, dan di inovasi agar
dapat menyesuaikan diri dengan dinamika masyarakat.
1.
Menghadapi Pasar Bebas
a.
Lembaga pendidikan islam harus
meningkatkan daya saing dengan sungguh-sumgguh dan terencana, sehingga layak
bersaing dalam pergaulan internasional dan global. Disamping ilmu dan
keterampilan tamatan lembaga pendidikan islam harus mampu berkomunikasi dalam
bahasa asing terutama dalam bahasa Arab dan Inggris.
b.
Lembaga pendidikan islam membuka
program studi yang bervariasi seperti, program studi Ilmu Alam, Ilmu Sosial, Ilmu
Bahasa dan MAKj (yaitu prodi perikanan, pertanian, boga, pertambangan,
agronomi,dan lain-lain).
c.
Lembaga pendidikan islam harus
memperkuat fungsi-fungsi kritis dan berorientasi ke masa depan melalui analisis
yang berkelanjutan tentang kecenderungan-kecenderungan perubahan dan
perkembangan sosial, ekonomi, budaya dan politik yang sedang tumbuh.
d.
Lembaga pendidikan islam harus
melaksanakan akuntabilitas. Akuntabilitas bukan hanya dalam hal pemanfaatan
sumber-sumber keuangan secara lebih hertanggung jawab, tetapi juga dalam
pengbangan keilmuan, kandungan pendidikan dan program-program yang
diselenggarakan.
e.
Lembaga pendidikan islam harus
mrlaksanakan evaluasi secara terus menerus dan berkelanjutan agar jaminan
kualitas dapat dipertanggung jawabkan.
2.
Menghadapi Otonomi Daerah
a.
Lembaga pendidikan islam tidak lagi
harus tampil dalam bentuk yang uniform dan tunggal untuk seluruh wilayah di
Indonesia. Yang perlu diberi kesempatan berkembang senafas dengan aspirasi
lingkungannya.
b.
Perlu adanya kerja sama antara
Departemen Agama dengan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pendidikan
islam, pemerintah daerah bertanggung jawab pada aspek pembayaan, kelembagaan
dan manajerial, sesuai dengan kewenangan yang dimiliki sedangkan penyiapan dan
pengembangan kurikulum dan materi pembelajaran yang bersifat substansi
keagamaan dan ciri kekhususan keislaman tetap dikelola oleh Departemen Agama.
c.
Orientasi pengorganisasian dan
pengelolaan madrasah diarahkan kepada tercipranya hubungan timbal balik antara
madrasah dan masyarakat dalam rangka memperkuat posisi madrasah sebagai lembaga
pendidikan
d.
Organisasi pendidikan di daerah harus
lebih baik dari sebelumnya, ramping, lincah, efektif dan efisien.
e.
Menyangkut persoalan
normatif-filosofis,yang sampai sekarang masih diperdebatkan para pelaku
decision maker pendidikan islam. Oleh karena itu lembaga pendidikan islam harus
melakukan reorientasi.
2.3
Peran
Pendidikan Islam Dalam Era Globalisasi
Baik secara teologis
maupun sosiologis, agama dapat dipandang sebagai instrumen untuk memahami
dunia. Dalam konteks itu, hampir tak ada kesulitan bagi agama apapun untuk
menerima premis tersebut. Secara teologis, lebih-lebih Islam, hal itu
dikarenakan oleh watak omnipresent agama. Yaitu, agama, baik melalui
simbol-simbol atau nilai-nilai yang dikandungnya “hadir di mana-mana”, ikut mempengaruhi,
bahkan membentuk struktur sosial, budaya, ekonomi dan politik serta kebijakan
publik.
Dengan ciri itu, dipahami
bahwa dimanapun suatu agama berada, ia diharapkan dapat memberi panduan nilai
bagi seluruh diskursus kegiatan manusia – baik yang bersifat sosial
budaya, ekonomi, maupun politik. Sementara itu, secara sosiologis, tak jarang
agama menjadi faktor penentu dalam proses transformasi dan modernisasi.
Meskipun demikian, penting
untuk dicatat bahwa kehadiran agama selalu disertai dengan “dua muka” (janus face). Pada satu
sisi, secara inheren agama memiliki identitas yang bersifat exclusive,
particularist, dan primordial. Akan tetapi, pada waktu yang sama juga kaya akan
identitas yang bersifat inclusive, universalist dan transcending.
Jadi ada dua hal yang
harus dilihat dari gambaran tersebut di atas. Yaitu, memahami posisi agama dan
meletakkannya dalam situasi yang lebih riil – agama secara empirik
dihubungkan dengan berbagai persoalan sosial kemasyarakatan.
Dan dalam konteks yang
terakhir ini, sering ditemukan ketegangan antara kedua wilayah tersebut – agama dan persoalan
kemasyarakatan. Untuk meletakkan hubungan antara keduanya dalam situasi yang
lebih empirik, sejumlah pemikir dan aktivitas sosial politik telah berusaha
membangun paradigma yang dipandang memungkinkan.
Tentu konstruksi pemikiran
yang ditawarkan antara lain dipengaruhi dan dibentuk oleh asal-usul teologis
dan sosiologis ataupun spacio-temporal serta particularitas yang melingkup
mereka.
Tapi, terlepas dari
variasi konstruksi pemikiran yang ditawarkan, pada dasarnya ada tiga aliran
besar dalam hal ini. Pertama, perspektif makanik-holistik, yang memposisikan
hubungan antara agama dan persoalan kemasyarakatan sebagai sesuatu yang tak
terpisahkan. Kedua, pemikiran yang mengajukan proposisi bahwa keduanya
merupakan wilayah (domains) yang antara satu dengan lainnya berbeda, karenanya
harus dipisahkan. Ketiga, pandangan tengah yang mencoba mengintegrasikan
pandangan yang antagonistik dalam melihat hubungan antara agama dengan
persoalan kemasyarakatan. Di pihak lain, pandangan ini juga ingin melunakkan
perspektif mekanik holistik yang seringkali melakukan generalisasi, bahwa agama
selalu mempunyai kaitan atau hubungan yang tak terpisahkan dengan masalah kemasyarakatan.
Secara garis besar, aliran
ketiga ini berpendapat bahwa agama dan persoalan kemasyarakatan merupakan
wilayah yang berbeda. Tapi, karena imbasan nilai-nilai agama dalam persoalan
masyarakat dapat terwujud dalam bentuk yang tidak mekanik-holistik dan
institusional, di dalam realitas sulit ditemukan bukti-bukti yang tegas (brute
fact) bahwa antara keduanya tidak ada hubungan sama sekali. Untuk itu, hubungan
antara dua wilayah yang berbeda itu akan selalu ada – dalam kadar dan
intensitas yang tidak sama serta dalam pola dan bentuk yang tidak selalu
mekanistik, formalistik atau legalistik. Seringkali konstruksi polanya
mengambil bentuk inspiratif dan substantif.
Pendidikan Islam adalah
pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya,
mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmaniah maupun
rohaniah, menumbuh suburkan hubungan harmonis setiap pribadi dengan Allah,
manusia dan alam semesta. Dengan demikian, pendidikan Islam itu berupaya untuk
mengembangkan individu sepenuhnya, maka sudah sewajarnyalah untuk dapat
memahami hakikat pendidikan Islam itu bertolak dari pemahaman terhadap konsep
manusia menurut Islam.
Al-Qur’an meletakkan kedudukan
manusia sebagai Khalifah Allah di bumi (Al-Baqarah: 30). Esensi makna Khalifah
adalah orang yang diberi amanah oleh Allah untuk memimpin alam. Dalam hal ini
manusia bertugas untuk memelihara dan memanfaatkan alam guna mendatangkan
kemaslahatan bagi manusia.
Agar manusia dapat
melaksanakan fungsinya sebagai khalifah secara maksimal, maka sudah
semestinyalah manusia itu memiliki potensi yang menopangnya untuk terwujudnya
jabatan khalifah tersebut. Potensi tersebut meliputi potensi jasmani dan
rohani.
Potensi jasmani adalah
meliputi seluruh organ jasmaniah yang berwujud nyata. Sedangkan potensi
rohaniah bersifat spiritual yang terdiri dari fitroh, roh, kemauan bebas dan
akal. Manusia itu memiliki potensi yang meliputi badan, akal dan roh.
Ketiga-tiganya persis segitiga yang sama panjang sisinya. Selanjutnya, Zakiah
Daradjat mengemukakan bahwa potensi spiritual manusia meliputi dimensi: akidah,
akal, akhlak, perasaan (hati), keindahan, dan dimensi sosial.
Selain dari itu al-Qur’an menjelaskan juga
tentang potensi rohaniah lainnya, yakni al-Qalb, ‘Aqlu An Ruh, an-Nafs.
Dengan bermodalkan potensi yang dimilikinya itulah manusia merealisasi
fungsinya sebagai khalifah Allah di bumi yang bertugas untuk memakmurkannya.
Di sisi lain, di samping
manusia berfungsi sebagai khalifah, juga bertugas untuk mengabdi kepada Allah
(Az-Zariyat, 56). Dengan demikian manusia itu mempunyai fungsi ganda, sebagai
khalifah dan sekaligus sebagai ‘abd. Fungsi sebagai khalifah tertuju
kepada pemegang amanah Allah untuk penguasaan, pemanfaatan, pemeliharaan, dan
pelestarian alam raya yang berujung kepada pemakmurannya. Fungsi ‘abd bertuju kepada
penghambaan diri semata-mata hanya kepada Allah.
Untuk terciptanya kedua
fungsi tersebut yang terintegrasi dalam diri pribadi muslim, maka diperlukan
konsep pendidikan yang komprehensif yang dapat mengantarkan pribadi muslim kepada
tujuan akhir pendidikan yang ingin dicapai. Agar peserta didik dapat mencapai
tujuan akhir (ultimate aim) pendidikan Islam, maka diperlukan konsep pendidikan
yang komprehensif yang dapat mengantarkan pribadi muslim kepada tujuan akhir
pendidikan yang ingin dicapai.
Agar peserta didik dapat
mencapai tujuan akhir (ultimate aim) pendidikan Islam, maka suatu permasalahan
pokok yang sangat perlu mendapat perhatian adalah penyusunan rancangan program
pendidikan yang dijabarkan dalam kurikulum. Pengertian kurikulum adalah segala
kegiatan dan pengalaman pendidikan yang dirancang dan diselenggarakannya oleh
lembaga pendidikan bagi peserta didiknya, baik di dalam maupun di luar sekolah
dengan maksud untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Berpedoman ruang lingkup pendidikan Islam yang ingin
dicapai, maka kurikulum pendidikan Islam itu berorientasi kepada tiga hal,
yaitu:
1.
Tercapainya tujuan hablum minallah (hubungan dengan Allah)
2.
Tercapainya tujuan hablum minannas (hubungan dengan manusia)
3.
Tercapainya tujuan hablum minal’alam (hubungan dengan alam).
Para ahli pendidikan Islam
seperti al-Abrasyi, an-Nahlawi, al-jamali, as-Syaibani, al-Ainani,
masing-masing mereka tersebut telah merinci tujuan akhir pendidikan Islam yang
pada prinsipnya tetap berorientasi kepada ketiga komponen tersebut.
Ketiga permasalahan pokok
pendidikan Islam di Indonesia itu melahirkan beberapa problema lainnya seperti
struktural, kulktural dan sumber daya manusia. Pertama, secara struktural
lembaga-lembaga pendidikan Islam negeri berada langsung di bawah kontrol dan
kendali Departemen Agama, termasuk pembiayaan dan pendanaan. Problema yang
timbul adalah alokasi dana yang dikelola oleh Departemen Agama sangat terbatas.
Dampaknya kekurangan fasilitas dan peralatan dan juga terbatasnya upaya
pengembangan dan kegiatan non fisik. Idealnya pendanaan pendidikan ini tidak
melihat kepada struktural, tetapi melihat kepada cost per siswa atau mahasiswa.
Berkenaan dengan masalah
struktural ini juga lembaga pendidikan Islam dihadapkan pula dengan persoalan
diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah. Bagaimana
kebijakan Departemen Agama tentang hal ini. Di satu sisi masalah pendidikan
termasuk salah satu dari bagian yang pengelolaannya di serahkan ke daerah,
sedangkan masalah agama tetap berada pengelolaannya di pusat.
Sehubungan dengan itu
perlu dikaji secara cermat dan arif yang melahirkan kebijakan yang tetap
mempertahankan eksistensi lembaga pendidikan Islam dan juga perlakuan yang adil
dan merata dari segi pendalaman.
Kedua kultural, lembaga
pendidikan Islam, terutama pesant5ren dan madrasah banyak yang menganggapnya
sebagai lembaga pendidikan “kelas dua”. Sehingga persepsi ini
mempengaruhi masyarakat muslim untuk memasukkan anaknya ke lembaga pendidikan
tersebut.
Pandangan yang menganggap
lembaga pendidikan Islam tersebut sebagai lembaga pendidikan “kelas dua” dapat dilihat dari
outputnya, gurunya, sarana dan fasilitas yang terbatas. Dampaknya adalah
jarangnya masyarakat muslim yang terdidik dan berpenghasilan yang baik, serta
yang memiliki kedudukan/jabatan, memasukkan anaknya ke lembaga pendidikan Islam
seperti di atas.
Ketiganya sumber daya
manusia, para pengelola dan pelaksana pendidikan di lembaga pendidikan Islam
yang terdiri dari guru dan tenaga administrasi perlu ditingkatkan. Tenaga guru
dari segi jumlah dan profesional masih kurang. Guru bidang studi umum
(Matematika, IPA, Biologi, Kimia dan lain-lain) masih belum mencukupi. Hal ini
sangat berdampak terhadap output-nya.
Hakikat yang sesungguhnya
dari pendidikan Islam itu, adalah pendidikan yang memperhatikan pengembangan
seluruh aspek manusia dalam suatu kesatuan yang utuh tanpa kompartementalisasi,
tanpa terjadi dikhotomi. Pemisahan antara pendidikan agama dan pendidikan umum,
seperti yang pernah dilakukan oleh sebagian umat Islam, tentulah tidak sesuai
dengan konsep pendidikan. Pemisahan yang seperti itu, dijadikan landasan
pemikiran oleh Konferensi Dunia tentang pendidikan Islam untuk diraih.
Melihat masa depan yang
akan datang yang penuh dengan tantangan sudah barang tentu tidak bisa
menyesuaikan permasalahan jika pendidikan Islam tersebut masih terikat
dikhotomi. Berkenaan dengan itu perlu diprogramkan upaya pencapainya,
mobilisasi pendidikan Islam tersebut, misalnya melakukan rancangan kurikulum,
baik merancang keterkaitan ilmu agama dan umum maupun merancang nilai-nilai
Islami pada setiap pelajaran; personifikasi pendidik di lembaga pendidikan
sekolah Islam, sangat dituntut memiliki jiwa keislaman yang tinggi dan; lembaga
pendidikan Islam dapat merealisasikan konsep kurikulum pendidikan Islam
seutuhnya.
BAB IV
PENUTUP
A.
A. Kesimpulan
Pendidikan Agama sebagai
suatu media atau wahana untuk menanamkan nilai-nilai moral dan ajaran
keagamaan, alat pembentukan kesadaran bangsa, alat meningkatkan taraf ekonomi,
alat mengurangi kemiskinan, alat mengangkat status sosial, alat menguasai
teknologi, serta media untuk menguak rahasia alam raya dan manusia.
Pendidikan Islam bertujuan
membentuk pribadi muslim sepenuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik
jasmaniah maupun rohaniah, menumbuh suburkan hubungan harmonis setiap pribadi
dengan Allah, manusia dan alam semesta dengan cara mengembangkan aspek
struktural, kultural dan berupaya meningkatkan sumber daya manusia guna mencapai
taraf hidup yang paripurna.
Era globalisasi
memunculkan era kompetisi yang berbicara keunggulan, hanya manusia unggul yang
akan survive di dalam kehidupan yang penuh persaingan, karena itu salah satu
persoalan yang muncul bagaimana upaya untuk meningkatkan kualitas manusia
Indonesia. Membentuk manusia unggul partisipatoris, yakni manusia yang ikut
serta secara aktif dalam persaingan yang sehat untuk mencari yang terbaik.
Keunggulan partisipatoris dengan sendirinya berkewajiban untuk menggali dan mengembangkan
seluruh potensi manusia yang akan digunakan dalam kehidupan yang penuh
persaingan juga semakin tajam.
B.
Saran
Saya menyadari bahwa makalah ini jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu saya
senantiasa dengan lapang dada menerima
bimbingan dah arahan serta saran dan krtitik yang sifatnya membangun demi
perbaikan makalah berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
1)Ramayulis. 2002. Ilmu Pendidikan
Islam. Jakarta : Kalam Mulia.
2)Daradjat, Zakiah. 1984. Pembinaan
Dimensi Rohaniyah Manusia dalam Pandangan Islam. Medan: IAIN.
3)Daulay, Haidar Putra. 2004.
Pendidikan Islam: Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. Jakarta:
Prenada Media.
4)Langgulung, Hasan. 1986. Manusia dan
Pendidikan Suatu Analisa Psikhologi dan Pendidikan. Jakarta: Pustaka Al-Husna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar